A.
PENDAHULUAN
Sosiologi
merupakan ilmu
yang mempelajari hubungan antar manusia.
Hubungan ini dapat terjalin bila adanya kerja sama yang baik antara satu
individu dan individu lainnya yang dapat membentuk suatu komunitas. Suatu
komunitas dengan komunitas lainnya akan melahirkan berbagai ide-ide inovatif
yang berbeda sehingga diperlukan pengaturan terhadap tata kehidupan. Peraturan
yang diterapkan harus dengan sesuai norma-norma yang berlaku di komunitas
tersebut baik budaya, agama maupun tradisi. Hal ini akan membentuk suatu
tatanan kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di suatu wilayah sangat
beragam disebut dengan pluralisme. Ini dapat terjadi karena adanya berbagai
paham dan pemahaman serta penafsiran yang berbeda di kalangan masyarakat.
Perbeda ini akan menimbulkan berbagai bermasalahan dalam
kehidupan bermasyarakat yang semakin kompleks.
Gejala ini memang sering terjadi
dalam masyarakat, baik faktor ekstrn seperti perubahan lingkungan fisik manusia
yang diakibatkan oleh bencana alam, pengaruh kebudayaan masyarakat lain disebut
dengan defusi dan pertentangan maupun faktor intern seperti bertambah atau
berkurangnya penduduk di suatu daerah, adanya penemuan-penemuan baru yang
disebut inovation, gagasan disebut discoveri, adanya sesuatu yang diterapkan
dalam masyarakat yang disebut dengan invention, pertentangan dalam masyarakat
yang mengakibatkan konflik sosial. Kondisi ini akan timbal balik yang dapat menimbulkan
menyimpang, melanggar, atau membangkang dalam masyarakat sehingga memerlukan
pengendalian sosial. Pengendalian social merupakan suatu supaya yang digunakan
masyarakat untuk menertibkan kondisi yang menyimpang/melanggar norma-norma
social.
B. KONSEP PENGENDALIAN SOSIAL
1. Pengertian
Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma
dan nilai yang berlaku (Henslin,
2011). Dengan demikian pengendalian sosial diharapkan mampu meluruskan anggota
masyarakat yang berperilaku menyimpang/melanggar.
Hal ini bertujuan agar masyarakat mematuhi norma dan nilai sosial yang ada
dimasyarakat setempat. Pengendalian social ini menciptakan masyarakat yang
teratur sehingga setiap warganya menjalankan peran sesuai dengan harapan
masyarakat.
2. Macam-Macam Pengendalian Sosial
Macam-macam
pengendalian Sosial dapat golongkan berdasarkan (Irawan, 2012) sebagai berikut:
1).
Berdasarkan Waktu Pelaksanaan
Berdasarkan waktu pelaksanaannya,
pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a.
Tindakan preventif; yaitu tindakan yang
dilakukan oleh pihak berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu
tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Pengendalian yang bersifat
preventif umumnya dilakukan dengan cara melalui bimbingan, pengarahan dan
ajakan. Contohnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas-dinas terkait
tentang bahaya yang ditimbulkan sebagai akibat dari pemakaian narkoba.
b. Tindakan
represif; yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat
penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat
dihentikan. Contohnya guru memberi hukuman kepada siswa
yang terlambat dan tidak tertib di sekolah. Hukuman ini dimaksudkan agar
tindakan penyimpangan siswa tidak berulang lagi.
c. Tindakan
kuratif; tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial.
Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku
penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki
kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya.
Contohnya memasukkan para pencandu narkoba ke tempat rehabilitasi untuk
mendapatkan pembinaan agar para pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya
kembali.
2).
Berdasarkan sifat
Berdasarkan Sifat, pengendalian
sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Pengendalian
internal; pengendalian sosial jenis ini dilakukan oleh penguasa atau pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan (the rulling class) untuk menjalankan roda
pemerintahannya melalui strategi-strategi politik. Strategi-strategi politik
tersebut dapat berupa aturan perundang-undangan ataupun program-program sosial
lainnya.
b. Pengendalian eksternal; pengendalian
sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan
karena dirasa adanya penyimpangan-penyimpangan tertentu yang dilakukan oleh
kalangan penguasa. Pengendalian sosial jenis ini dapat dilakukan melalui
aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), atau pun melalui wakil-wakil rakyat di DPRD.
3). Berdasarkan
Cara/Perlakuan pengendalian Sosial
Berdasarkan
cara/perlakuan pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a.
Tindakan persuasif; yaitu tindakan pencegahan yang
dilakukan dengan cara pendekatan secara damai tanpa paksaan. Bentuk
pengendalian ini, misalnya berupa ajakan atau penyuluhan kepada masyarakat
untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Contohnya seorang guru BP
menasehati dan menghimbau kepada siswa untuk tidak merokok.
b.
Tindakan coersif; yaitu tindakan pengendalian sosial
yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk pemaksaan
diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang
melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar penyimpangannya. Contohnya penertiban
PKL secara paksa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP.
4).
Berdasarkan Pelakuan pengendalian Sosial
a. Pengendalian
pribadi; yaitu pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu (panutan).
Pengaruh ini dapat bersifat baik atau pun buruk.
b. Pengendalian
institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau
lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota
lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada. Misalnya kehidupan
para santri di pondok pesantren akan mengikuti aturan, baik dalam hal pakaian,
tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur, dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan
dan pengaruh dari pondok pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para
santrinya saja, namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
c. Pengendalian
resmi; yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga
resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi
yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat negara,
seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman untuk mengawasi
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah ditetapkan.
d.
Pengendalian tidak resmi; yaitu
pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan yang
jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, pengendalian tidak
resmi juga memiliki efektivitas dalam mengawasi atau mengendalikan perilaku
masyarakat. Hal ini dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku
penyimpangan berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau
bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan oleh tokoh
masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang memiliki kharisma dan
dipandang sebagai panutan masyarakat.
3. Tahap Pengendalian Sosial
Ada 3 tahap pengandalian social (Meidyasari,
2012) yaitu:
1).
Tahap Sosialisasi/Pengenalan
Tahap sosialisasi atau pengenalan
merupakan tahap awal proses pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat
dikenalkan pada bentuk-bentuk penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya.
Pengenalan tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang
akan diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Di
dalam hal ini, tahap sosialisasi bersifat preventif yang bertujuan mencegah
perilaku penyimpangan sosial.
2).
Tahap Penekanan Sosial
Tahap penekanan sosial
dilakukan untuk mendukung terciptanya kondisi sosial yang stabil. Pada tahap
ini telah disertai dengan pelaksanaan sanksi atau hukuman kepada para pelaku
tindakan penyimpangan. Dengan adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan
masyarakat segan dan tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
3). Tahap
Pendekatan Kekuasaan/Kekuatan
Pada tahap ini, terlihat
adanya pihak pelaku pengendalian sosial dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini
dilakukan jika tahaptahap yang lain tidak mampu mengarahkan tingkah laku
manusia sesuai dengan norma atau nilai yang berlaku. Berdasarkan pelakunya,
tahap pendekatan kekuasaan atau kekuatan ini dapat dibedakan, menjadi berikut
ini.
a.
Pengendalian kelompok terhadap kelompok; misalnya
anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi keamanan dan
ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b.
Pengendalian kelompok terhadap anggotanya; misalnya
bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi yang belajar
di sekolah itu.
c.
Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain; misalnya
seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang menjaga
adiknya.
4. Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial
Beberapa bentuk-bentuk
pengendalian Sosial (Kemdiknas, 2012) sebagai berikut:
1). Desas-desus (Gosip)
Merupakan “kabar burung” atau “kabar
angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian
sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang
diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan
perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam
masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mendongkrak popularitas
seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb.
2). Teguran
Merupakan peringatan yang ditujukan
pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran
adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Misalnya,
seorang guru menegur muridnya yang sering ngobrol pada waktu belajar di kelas.
Adakalanya juga memberikan surat pemanggilan orang tuanya untuk ke sekolah.
3). Hukuman ( Punishment)
yaitu
sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak
tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non
formal oleh Lembaga Adat.
4). Pendidikan
Pengendalian
sosial yang telah melembaga baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat. Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang
bertanggung jawab dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Seseorang yang
berhasil di dunia pendidikan akan merasa kurang enak dan takut apabila
melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang bahkan melanggar
peraturan. Contoh: setelah Tono terpilih menjadi pelajar teladan ia sangat menjaga
perilakunya dengan baik, untuk tidak melanggar tata tertib, bertutur kata baik,
mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar dengan penuh tanggung jawab.
5). Agama
Merupakan
pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk
agama seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. Contoh: jika
seseorang meyakini dan patuh pada agamanya, maka dengan sendirinya perilakunya
terkendali jauh dari perilaku menyimpang atau melanggar peraturan. Misalnya,
tidak akan memfitnah, korupsi, berjudi, mencuri, dsb.
6). Kekerasan Fisik
Kekerasan
fisik akan dijalankan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial,
apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian,
perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih
dahulu.
Contoh:
-
Pencuri
dihajar massa dan tidak diserahkan pada polisi.
-
Rumah
dukun santet dibakar.
-
Petugas
keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
5.
Peran
Pranata Sosial dalam Upaya Pengendalian Sosial
Pranata
sosial yang berperan besar dalam upaya menciptakan ketertiban dan pengendalian
social (marind, 2012) yaitu:
1).
Pranata Keluarga
Pranata
keluarga merupakan bentuk basic institutions. Seperti telah dijelaskan pada bab
di depan, keluarga memiliki peran besar dalam membentuk karakter seseorang
kaitannya dengan perilaku sosial yang dilakukannya dalam masyarakat. Sebagai
tempat pendidikan anak yang pertama dan utama, aturan dan kedisiplinan yang
diterapkan dalam keluarga akan sangat memengaruhi sikap dan dan perilaku
seseorang. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang taat beribadah akan selalu bersikap sesuai dengan aturan agama,
rajin beribadah, dan mampu membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk
atau dilarang agama. Hal ini terjadi karena seseorang telah dikondisikan atau
dibiasakan untuk melakukan hal tersebut.
Kondisi
tersebut akan jauh berbeda terhadap seorang anak yang dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang tidak taat beribadah atau dalam keluarga yang tidak
disiplin. Mereka akan beranggapan bahwa segala sesuatu akan dianggap baik bila
menguntungkan bagi dirinya sendiri tanpa mengindahkan apakah hal tersebut
dilarang agama ataupun tidak. Dalam perkembangannya, seringkali bentuk-bentuk
pelanggaran norma akan muncul dari hasil pendidikan yang kurang terarah dari
suatu keluarga. Untuk itu, penanaman pemahaman tentang kebaikan dan disiplin
diri yang kuat akan sangat membantu seseorang dalam bersosialisasi di
masyarakat, sehingga dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh buruk saat dia
bersosialisasi
2).
Pranata Agama
Pranata agama merupakan bentuk
general institutions yang mengatur hubungan antarmanusia, antara manusia dengan
alam, dan antara manusia dengan Tuhannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, agama
merupakan benteng individu dalam menghadapi tantangan dunia yang kian kompleks
dari waktu ke waktu. Pranata agama memberi batasan tentang segala sesuatu itu
boleh atau tidak boleh, halal atau tidak halal, berdosa atau tidak berdosa,
sehingga dengan memahami dan menerapkan konsep tersebut diharapkan ketenteraman
dan kedamaian batin dapat dikembangkan, yang pada akhirnya dapat berimbas pada
kerukunan hidup antarmanusia sebagai anggota masyarakat.
3).
Pranata Ekonomi
Sebagai suatu tata tindakan dalam
memanfaatkan uang, tenaga, waktu, atau barang-barang berharga lainnya, pranata
ekonomi memberikan aturan-aturan khusus dalam upaya pengendalian sosial agar
tercapai suatu keseimbangan dan terwujudnya suatu keadilan sosial. Tanpa
pranata ekonomi, bisa kalian bayangkan sendiri, bagaimana suatu industri
mengeksploitasi sumberdaya secara besar-besaran, bagaimana seorang majikan
memperlakukan buruhnya secara semena-mena, atau bagaimana jika seseorang
menentukan nilai suatu barang sekehendak hatinya. Pranata ekonomi memberikan
aturan dan batasan-batasan yang telah disepakati bersama sebagai suatu hukum
atau aturan ekonomi yang harus dipatuhi. Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah
disimpulkan bahwa pranata ekonomi sangat berperan dalam mengatur kegiatan
ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi agar dapat berjalan dengan
lancar, tertib dan dapat memberi hasil yang maksimal dengan meminimalisasi
dampak negatif yang ditimbulkan.
4).
Pranata Pendidikan
Pranata pendidikan memiliki aturan
dan disiplin baku yang bertujuan untuk mempersiapkan anak didiknya melalui
pengajaran dan pendidikan ilmu pengetahuan. Dengan bekal pendidikan ilmu
pengetahuan, seseorang diharapkan dapat menguasai berbagai jenis ilmu
pengetahuan sehingga mampu berkompetisi dalam kehidupan, mampu berpikir secara
ilmiah dan logis tentang segala sesuatu sehingga mampu memilah hal-hal yang
baik dan buruk. Pranata pendidikan termasuk dalam basic institutions. Dengan
pranata pendidikan, diharapkan hasil sosialisasi akan membentuk sikap mental
yang cocok dengan kehidupan di masa sekarang dan yang akan datang
5).
Pranata Politik
Pranata politik mengatur kehidupan
berpolitik, dalam arti kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran utama pranata
politik adalah mengupayakan kehidupan masyarakat yang merdeka, adil, dan
makmur, menjaga kehormatan hak-hak dan kewajiban warga negara, serta mengatur
hubungan negara dengan negara lain dalam pergaulan internasional. Dalam
pelaksanaannya, politik memiliki serangkaian aturan dan alat yang digunakan
untuk menegakkan kedaulatan rakyat dan kedaulatan pemerintah melalui hukumhukum
yang telah ditetapkan. Pelanggaran terhadap hukum-hukum tersebut dapat
menyebabkan seseorang menerima sanksi.
C. KESIMPULAN
Pengendalian social merupakan suatu
supaya digunakan masyarakat untuk
menertibkan kondisi yang menyimpang/melanggar norma dan nilai yang berlaku. pengendalian sosial diharapkan mampu meluruskan
anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang/melanggar.
Hal ini bertujuan agar masyarakat mematuhi norma dan
nilai sosial yang ada dimasyarakat setempat. Pengendalian social ini
menciptakan masyarakat yang teratur sehingga setiap warganya menjalankan peran
sesuai dengan harapan masyarakat.
Macam-macam pengendalian social ada
4 berdasarkan pada: waktu pelaksanaan, sifat, cara/perlakuan pengendalian social
dan pelakuan pengendalian social. Selain
itu juga ada 3 tahap pengandalian social yaitu sosialisasi/pengenalan, penekanan social, dan pendekatan kekuasaan/kekuatan. Beberapa bentuk-bentuk pengendalian Sosial yaitu: desas-desus (gosip), teguran, hukuman ( punishment), pendidikan, Agama, dan
kekerasan fisik.
Pranata sosial yang berperan besar
dalam upaya menciptakan ketertiban dan pengendalian social yaitu: pranata keluarga,
pranata Agama, pranata ekonomi, pranata pendidikan dan pranata politik.
DAFTAR PUSTAKA
Henslin, M,J. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Edisi 6, Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
Irawan, M. 2012. Macam-Macam Pengendalian Sosial berserta Contohnya. http://bleedingtrough.blogspot.com.
Marind, M. 2012. Pengendalian Sosial. http://ceritaembeef.blogspot.com
Sangat membantu tugas sekolahku. Terima kasih :)
BalasHapusPengendalian sosial merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku (Henslin, 2011). Dengan demikian pengendalian sosial diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang/melanggar.
BalasHapus